Jumat, 21 Desember 2018

Orang Tua adalah Segalanya bagi anak-anak yang sholeh

Berbakti Kepada Orang Tua

Ustadz Kholid Syamhudi, Lc - 6 years ago


BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
Berbicara tentang berbakti kepada orang tua tidak lepas dari permasalahan berbuat baik dan mendurhakainya. Mungkin, sebagian orang merasa lebih ‘tertusuk’ hatinya bila disebut ‘anak durhaka’, ketimbang digelari ‘hamba durhaka’. Bisa jadi, itu karena ‘kedurhakaan’ terhadap Allah, lebih bernuansa abstrak, dan kebanyakannya, hanya diketahui oleh si pelaku dan Allah saja. Lain halnya dengan kedurhakaan terhadap orang tua, yang jelas amat kelihatan, gampang dideteksi, diperiksa dan ditelaah,sehingga lebih mudah mengubah sosok pelakunya di tengah masyarakat, dari status sebagai orang baik menjadi orang jahat.
Pola berpikir seperti itu, jelas tidak benar, karena Allah menegaskan dalam firman-Nya, (yang artinya) :
Allah telah menetapkan agar kalian tidak beribadah melainkan kepada-Nya; dan hendaklah kalian berbakti kepada kedua orang tua.” (Al-Israa : 23)
Penghambaan diri kepada Allah, jelas harus lebih diutamakan. Karena manusia diciptakan memang hanya untuk tujuan itu. Namun, ketika Allah ‘menggandengkan’ antara kewajibanmenghamba kepada-Nya, dengan kewajiban berbakti kepada orang tua, hal itu menunjukkan bahwa berbakti kepada kedua orang tua memang memiliki tingkat urgensi yang demikian tinggi, dalam Islam. Kewajiban itu demikian ditekankan, sampai-sampai Allah menggandengkannya dengan kewajiban menyempurnakan ibadah kepada-Nya.
Urgensi Berbakti kepada Dua orang Tua
Ada setumpuk bukti, bahwa berbakti kepada kedua orang tua –dalam wacana Islam- adalah persoalan utama, dalam jejeran hukum-hukum yang terkait dengan berbuat baik terhadap sesama manusia. Allah sudah cukup mengentalkan wacana ‘berbakti’ itu, dalam banyak firman-Nya, demikian juga RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam, dalam banyak sabdanya, dengan memberikan ‘bingkai-bingkai’ khusus, agar dapat diperhatikan secara lebih saksama. Di antara tumpukan bukti tersebut adalah sebagai berikut:
1. Allah ‘menggandengkan’ antara perintah untuk beribadah kepada-Nya, dengan perintah berbuat baik kepada orang tua:
Allah telah menetapkan agar kalian tidak beribadah melainkan kepada-Nya; dan hendaklah kalian berbakti kepada kedua orang tua.” (Al-Israa : 23)
2. Allah memerintahkan setiap muslim untuk berbuat baik kepada orang tuanya, meskipun mereka kafir:
Kalau mereka berupaya mengajakmu berbuat kemusyrikan yang jelas-jelas tidak ada pengetahuanmu tentang hal itu, jangan turuti; namun perlakukanlah keduanya secara baik di dunia ini.” (Luqmaan : 15)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Ayat di atas menunjukkan diharuskannya memelihara hubungan baik dengan orang tua, meskipun dia kafir. Yakni dengan memberikan apa yang mereka butuhkan. Bila mereka tidak membutuhkan harta, bisa dengan cara mengajak mereka masuk Islam..[1]
3. Berbakti kepada kedua orang tua adalah jihad.
Abdullah bin Amru bin Ash meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki meminta ijin berjihad kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Lelaki itu menjawab, “Masih.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, berjihadlah dengan berbuat baik terhadap keduanya.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
4. Taat kepada orang tua adalah salah satu penyebab masuk Surga.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Sungguh kasihan, sungguh kasihan, sungguh kasihan.” Salah seorang Sahabat bertanya, “Siapa yang kasihan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang sempat berjumpa dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara keduanya, saat umur mereka sudah menua, namun tidak bisa membuatnya masuk Surga.” (Riwayat Muslim)
Beliau juga pernah bersabda:
Orang tua adalah ‘pintu pertengahan’ menuju Surga. Bila engkau mau, silakan engkau pelihara. Bila tidak mau, silakan untuk tidak memperdulikannya.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, dan beliau berkomentar, “Hadits ini shahih.” Riwayat ini juga dinyatakan shahih, oleh Al-Albani.) Menurut para ulama, arti ‘pintu pertengahan’, yakni pintu terbaik.
5. Keridhaan Allah, berada di balik keridhaan orang tua.
Keridhaan Allah bergantung pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan Allah, bergantung pada kemurkaan kedua orang tua[2].”
6. Berbakti kepada kedua orang tua membantu meraih pengampunan dosa.
Ada seorang lelaki datang menemui Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sambil mengadu, “Wahai Rasulullah! Aku telah melakukan sebuah perbuatan dosa.” Beliau bertanya, “Engkau masih mempunyai seorang ibu?” Lelaki itu menjawab, “Tidak.” “Bibi?” Tanya Rasulullah lagi. “Masih.” Jawabnya. RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Kalau begitu, berbuat baiklah kepadanya.
Dalam pengertian yang ‘lebih kuat’, riwayat ini menunjukkan bahwa berbuat baik kepada kedua orang tua, terutama kepada ibu, dapat membantu proses taubat dan pengampunan dosa. Mengingat, bakti kepada orang tua adalah amal ibadah yang paling utama.
7. Berbakti kepada orang tua, membantu menolak musibah.
Hal itu dapat dipahami melalui kisah ‘tiga orang’ yang terkurung dalam sebuah gua. Masing-masing berdoa kepada Allah dengan menyebutkan satu amalan yang dianggapnya terbaik dalam hidupnya, agar menjadi wasilah (sarana) terkabulnya doa. Salah seorang di antara mereka bertiga, mengisahkan tentang salah satu perbuatan baiknya terhadap kedua orang tuanya, yang akhirnya, menyebabkan pintu gua terkuak, batu yang menutupi pintunya bergeser, sehingga mereka bisa keluar dari gua tersebut. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
8. Berbakti kepada orang tua, dapat memperluas rezki.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin rezkinya diperluas, dan agar usianya diperpanjang (dipenuhi berkah), hendaknya ia menjaga tali silaturahim.” (Al-Bukhari dan Muslim)
Berbakti kepada kedua orang tua adalah bentuk aplikasi silaturahim yang paling afdhal yang bisa dilakukan seorang muslim, karena keduanya adalah orang terdekat dengan kehidupannya.
9. Doa orang tua selalu lebih mustajab.
Dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Ada tiga bentuk doa yang amat mustajab, tidak diragukan lagi: Doa orang tua untuk anaknya, doa seorang musafir dan orang yang yang terzhalimi.
10. Harta anak adalah milik orang tuanya.
Saat ada seorang anak mengadu kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, “Wahai Rasulullah! Ayahku telah merampas hartaku.” Rasulullah bersabda, “Engkau dan juga hartamu, kesemuanya adalah milik ayahmu[3].”
11. Jasa orang tua, tidak mungkin terbalas.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
Seorang anak tidak akan bisa membalas budi baik ayahnya, kecuali bila ia mendapatkan ayahnya sebagai budak, lalu dia merdekakan.” (Dikeluarkan oleh Muslim)
12. Durhaka kepada orang tua, termasuk dosa besar yang terbesar.
Dari Abu Bakrah diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Maukah kalian kuberitahukan dosa besar yang terbesar?” Para Sahabat menjawab, “Tentu mau, wahai RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam.” Beliau bersabda, “Berbuat syirik kepada Allah, dan durhaka terhadap orang tua.” Kemudian, sambil bersandar, beliau bersabda lagi, “..ucapan dusta, persaksian palsu..” Beliau terus meneruskan mengulang sabdanya itu, sampai kami (para Sahabat) berharap beliau segera terdiam. (Al-Bukhari dan Muslim)
13. Orang yang durhaka terhadap orang tua, akan mendapatkan balasan ‘cepat’ di dunia, selain ancaman siksa di akhirat[4].
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Ada dua bentuk perbuatan dosa yang pasti mendapatkan hukuman awal di dunia: Memberontak terhadap pemerintahan Islam yang sah, dan durhaka terhadab orang tua[5].”
Alhamdulillah. Kesemua bukti tersebut –dan masih banyak lagi bukti-bukti ilmiah lainnya, termasuk konsensus umat Islam terhadap urgensi berbakti kepada orang tua yang sama sekali tidak boleh terabaikan–, kesemuanya, menunjukkan betapa bakti kepada orang tua adalah kebajikan maha penting, bahkan yang terpenting dari sekian banyak perbuatan baik yang diperuntukkan terhadap sesama makhluk ciptaan Allah. Sedemikian pentingnya, hingga riwayat-riwayat yang menjelaskan tentang adab, prilaku dan sikap seorang anak terhadap orang tuanya, bertaburan dalam banyak hadits-hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, bahkan juga dalam beberapa ayat Al-Qur’an.
Memuliakan Orang Tua
Pemuliaan Islam terhadap sosok orang tua, amat lugas. Wujud pemuliaan itu sudah beberapa langkah mendahului gemuruh propaganda sejenis, yang baru-baru saja muncul belakangan ini, dari kalangan Barat. Sebut saja contohnya: jaminan untuk kaum manula, perhatian terhadap kaum jompo dan lain sebagainya. Kenapa demikian? Karena Islam sudah jauh-jauh hari langsung menghadirkan ‘perintah tegas’ bagi seorang mukmin, untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya.
Telah kami pesankan seorang manusia untuk senantiasa berbuat baik kepada kedua orang tuanya.” (Al-Ahqaaf : 15)
Ibnu Katsier menjelaskan, “Dalam ayat di atas, Allah memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, sekaligus juga melimpahkan kasih sayang kita kepada mereka[6].”
Beribadahlah kepada Allah, jangan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (An-Nisaa : 36)
Perintah itu, bahkan diseiringkan dengan perintah untukmengesakan Allah sebagai kewajiban utama seorang mukmin. Sehingga amatlah jelas, perintah itu mengandung ‘tekanan’ yang demikian kuat.
Sekarang, bandingkanlah substansi ajaran Islam itu dengan realitas yang berkembang di berbagai negara di dunia, termasuk di Indonesia sekarang ini. Banyak anak yang enggan menyisihkan sebagian waktunya, mengucurkan keringat atau sekadar berlelah-lelah sedikit, untuk merawat orang tuanya yang sudah ‘uzur’. Terutama sekali, bila anak tersebut sudah berkedudukan tinggi, sangat sibuk dan punya segudang aktivitas. Akhirnya, ia merasa sudah berbuat segalanya dengan mengeluarkan biaya secukupnya, lalu memasukkan si orang tua ke panti jompo!!
Berbuat Baik Kepada Orang Tua
..dan hendaklah kalian berbuat baik kepada kedua orang tua.” (Al-Israa : 23)
Berbuat baik dalam katagori umum, dalam bahasa Arabnya disebut ihsaan. Sementara bila ditujukan secara khusus kepada orang tua, lebih dikenal dengan istilah birr. Dalam segala bentuk hubungan interaktif, Islam sangatlah menganjurkan ihsan atau kebaikan.
“Sesungguhnya Allah menetapkan kebaikan, untuk dilakukan dalam segala hal. Bila kalian membunuh, lakukanlah dengan cara yang baik. Bila kalian menyembelih hewan, lakukanlah dengan cara baik. Oleh sebab itu, hendaknya seorang muslim menyiapkan pisau yang tajam, dan upayakan agar hewan sembelihan itu merasa lebih nyaman[7].”
Ibnu Jarir Ath-Thabari menjelaskan, “Allah berpesan agar setiap orang melakukan bakti kepada orang tua dengan berbagai bentuk perbuatan baik. Namun kepada selain orang tua, Allah hanya memesankan ’sebagian’ bentuk kebaikan itu saja. “Katakanlah yang baik, kepada manusia.” (Al-Baqarah : 83)
Orang tua adalah manusia yang paling berhak mendapatkan danmerasakan ‘budi baik’ seorang anak, dan lebih pantas diperlakukan secara baik oleh si anak, ketimbang orang lain. Ada beragam cara yang bisa dilakukan seorang muslim, untuk ‘mengejawantahkan’ perbuatan baiknya kepada kedua orang tuanya secara optimal. Beberapa hal berikut, adalah langkah-langkah dan tindakan praktis yang memang sudah ’seharusnya’ kita lakukan, bila kita ingin disebut ‘telah berbuat baik’ kepada orang tua:
1. Bersikaplah secara baik, pergauli mereka dengan cara yang baik pula, yakni dalam berkata-kata, berbuat, memberi sesuatu, meminta sesuatu atau melarang orang tua melakukan suatu hal tertentu.
2. Jangan mengungkapkan kekecewaan atau kekesalan, meski hanya sekadar dengan ucapan ‘uh’. Sebaliknya, bersikaplah rendah hati, dan jangan angkuh.
3. Jangan bersuara lebih keras dari suara mereka, jangan memutus pembicaraan mereka, jangan berhohong saat beraduargumentasi dengan mereka, jangan pula mengejutkan mereka saat sedang tidur, selain itu,jangan sekali-kali meremehkan mereka.
4. Berterima kasih atau bersyukurlah kepada keduanya, utamakan keridhaan keduanya, dibandingkan keridhaan kita diri sendiri, keridhaan istri atau anak-anak kita.
5. Lakukanlah perbuatan baik terhadap mereka, dahulukan kepentingan mereka dan berusahalah ‘memaksa diri’ untuk mencari keridhaan mereka.
6. Rawatlah mereka bila sudah tua, bersikaplah lemahlembut dan berupayalah membuat mereka berbahagia, menjaga mereka dari hal-hal yang buruk, serta menyuguhkan hal-hal yang mereka sukai.
7. Berikanlah nafkah kepada mereka, bila memang dibutuhkan. Allah berfirman:
Dan apabila kalian menafkahkan harta, yang paling berhak menerimanya adalah orang tua, lalu karib kerabat yang terdekat.” (Al-Baqarah : 215)
8. Mintalah ijin kepada keduanya, bila hendak bepergian, termasuk untuk melaksanakan haji, kalau bukan haji wajib, demikian juga untuk berjihad, bila hukumnya fardhu kifayah.
9. Mendoakan mereka, seperti disebutkan dalam Al-Qur’an:
Dan ucapanlah, “Ya Rabbi, berikanlah kasih sayang kepada mereka berdua, sebagaimana menyayangiku di masa kecil.” (Al-Isra : 24)[8]
Semua hal di atas bukanlah ’segalanya’ dalam upaya berbuat baik terhadap orang tua. Kita teramat sadar, bahwa ‘hak-hak’ orang tua, jauh lebih besar dari kemampuan kita membalas kebaikan mereka. Mungkin lebih baik kita tidak usah terlalu berbangga diri, kalaupun segala hal diatas telah dapat kita wujudkan dalam kehidupan nyata. Karena orang tua adalah manusia yang pertama kali berbuat baik kepada kita, karena dorongan kasih sayang dan –terlebih-lebih– penghambaan dirinya kepada Allah. Sementara kita hanya memberi balasan, setelah terlebih dahulu kita menerima kebaikan dari mereka. Sehingga, bagaimanapun, nilainya jelas akan berbeda.
Arti Birrul Waalidain
Perlu ditegaskan kembali, bahwa birrul waalidain (berbakti kepada kedua orang tua), lebih dari sekadar berbuat ihsan (baik) kepada keduanya. Namun birrul walidain memiliki nilai-nilai tambah yang semakin ‘melejitkan’ makna kebaikan tersebut, sehingga menjadi sebuah ‘bakti’. Dan sekali lagi, bakti itu sendiripun bukanlah balasan yang setara yang dapat mengimbangi kebaikan orang tua. Namun setidaknya, sudah dapat menggolongkan pelakunya sebagai orang yang bersyukur.
Imam An-Nawaawi menjelaskan, “Arti birrul waalidain yaitu berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap baik kepada keduanya, melakukan berbagai hal yang dapat membuat mereka bergembira, serta berbuat baik kepada teman-teman mereka.”
Al-Imam Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa birrul waalidain atau bakti kepada orang tua, hanya dapat direalisasikan dengan memenuhi tidak bentuk kewajiban:
Pertama: Menaati segala perintah orang tua, kecuali dalam maksiat.
Kedua: Menjaga amanah harta yang dititipkan orang tua, atau diberikan oleh orang tua.
Ketiga: Membantu atau menolong orang tua, bila mereka membutuhkan.
Bila salah satu dari ketiga kriteria itu terabaikan, niscaya seseorang belum layak disebut telah berbakti kepada orang tuanya.
Karena berbakti kepada kedua orang tua lebih merupakan perjanjian, antara sikap kita dengan keyakinan kita. Kita tahu, bahwa menaati perintah orang tua adalah wajib, selama bukan untuk maksiat. Bahkan perintah melakukan yang mubah, bila itu keluar dari mulut orang tua, berubah menjadi wajib hukumnya. Kita juga tahu, bahwa harta orang tua harus dijaga, tidak boleh dihamburkan secara percuma, atau bahkan untuk berbuat maksiat. Kita juga meyakini, bahwa bila orang tua kita kekurangan atau membutuhkan pertolongan, kitalah orang pertama yang wajib menolong mereka. Namun itu hanya sebatas keyakinan. Bila tidak ada ‘ikatan janji’ dengan sikap kita, semua itu hanya terwujud dalam bentuk wacana saja, tidak bisa terbentuk menjadi ‘bakti’ terhadap orang tua. Oleh sebab itu, Allah menyebut kewajiban bakti itu sebagai ‘ketetapan’, bukan sekadar ‘perintah’. “Allah telah menetapkan agar kalian tidak beribadah melainkan kepada-Nya; dan hendaklah kalian berbakti kepada kedua orang tua.” (Al-Israa : 23)
Jangan Mendurhakainya!
Mendurhakai orang tua adalah dosa besar. Dan berbuat durhaka terhadap ibu adalah dosa yang jauh lebih besar lagi. Melalui pelbagai penjelasan Islam tentang ‘kewajiban kita’ terhadap sang ibunda, kita dapat menyadari bahwa berbuat durhaka terhadapnya adalah sebuah tindakan paling memalukan yang dilakukan seorang anak berakal.
Imam An-Nawawi menjelaskan, “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyebutkan keharusan berbuat baik kepada ibu sebanyak tiga kali, baru pada kali yang keempat untuk sang ayah, karena kebanyakan sikap durhaka dilakukan seorang anak, justru terhadap ibunya[9].”
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah mengharamkan sikap durhaka terhadap ibu danmelarang mengabaikan orang yang hendak berhutang. Allah juga melarang menyebar kabar burung, terlalu banyak bertanya dan membuang-buang harta[10].”
Ibnu Hajar memberi penjelasan sebagai berikut, “Dalam hadits ini disebutkan ’sikap durhaka’ terhadap ibu, karena perbuatan itu lebih mudah dilakukan terhadap seorang ibu. Sebab, ibu adalah wanita yang lemah. Selain itu, hadits ini juga memberi penekanan, bahwa berbuat baik kepada itu harus lebih didahulukan daripada berbuat baik kepada seorang ayah, baik itu melalui tutur kata yang lembut, atau limpahan cinta kasih yang mendalam[11].”
Sementara, Imam Nawawi menjelaskan, “Di sini, disebutkan kata ‘durhaka’ terhadap ibu, karena kemuliaannya yang melebihi kemuliaan seorang ayah[12].”
Kapan seseorang disebut durhaka? Imam Ash-Shan’aani menjelaskan, “Imam Al-Bulqaini menerangkan bahwa arti kata durhaka yaitu: apabila seseorang melakukan sesuatu yang tidak remeh menurut kebiasaan, yang menyakiti orang tuanya atau salah satu dari keduanya. Dengan demikian, berdasarkan definisi itu, bila seorang anak tidak mematuhi perintah atau larangan dalam urusan yang sangat sepele yang menurut hukum kebiasaan itu tidak dianggap ‘durhaka’, maka itu bukan termasuk kategori perbuatan durhaka yang diharamkan. Namun bila seseorang melakukan pelanggaran terhadap larangan orang tua dengan melakukan perbuatan dosa kecil, maka yang dilakukannya menjadi dosa besar, karena kehormatan larangan orang tua. Demikian juga, disebut durhaka, bila seorang anak melanggar larangan orang tua yang bertujuan menyelamatkan si anak dari kesulitan[13].”
Ibnu Hajar Al-Haitsami menjelaskan, “Kalau seseorang melakukan perbuatan yang kurang adab dalam pandangan umum, yang menyinggung orang tuanya, maka ia telah melakukan dosa besar, meskipun bila dilakukan terhadap selain orang tua, tidaklah dosa. Seperti memberikan sesuatu dengan dilempar, atau saat orang tuanya menemuinya di tengah orang ramai, ia tidak segera menyambutnya, dan berbagai tindakan lain yang di kalangan orang berakal dianggap ‘kurang ajar’, dapat sangat menyinggung perasaan orang tua[14].”
Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan, “Arti durhaka kepada orang tua yaitu melakukan perbuatan yang menyebabkan orang tua terganggu atau terusik, baik dalam bentuk ucapan ataupun amalan..[15]
Imam Al-Ghazali menjelaskan, “Kebanyakan ulama berpendapat bahwa taat kepada orang tua wajib, termasuk dalam hal-hal yang masih syubhat, namun tidak boleh dilakukan dalam hal-hal haram. Bahkan, seandainya keduanya merasa tidak nyaman bila makan sendirian, kita harus makan bersamamereka. Kenapa demikian? Karena menghindari syubhat termasuk perbuatanwara’ yang bersifat keutamaan, sementara mentaati kedua orang tua adalah wajib. Seorang anak juga haram bepergian untuk tujuan mubah ataupun sunnah, kecuali dengan ijin kedua orang tua. Melakukan haji secepat-cepatnya bahkan menjadi sunnah, bila orang tua tidak menghendaki. Karena melaksanakan haji bisa ditunda, dan perintah orang tua tidak bisa ditunda. Pergi untuk menuntut ilmu juga hanya menjadi anjuran, bila orang tua membutuhkan kita, kecuali, untuk mempelajari hal-hal yang wajib, seperti shalat dan puasa, sementara di daerah kita tidak ada orang yang mampu mengajarkannya..[16]
Seringkali seorang anak membela diri saat dikecam sebagai anak yang durhaka terhadap ibunya, dengan pelbagai alasan yang dibuat-buat, atau sekadar mengalihkan perhatian kepada soal lain. ‘Seharusnya kan orang tua itu lebih tahu,’ ‘Seharusnya seorang ibu mengerti perasaan anak,’ ‘Seharusnya seorang ibu itu lebih bijaksana daripada anaknya,’ ‘Seharusnya seorang ibu tidak boleh memaksakan kehendak,’ dan berbagai alasan kosong lainnya. Yah, taruhlah, dalam suatu kasus, si ibu memang melakukan kesalahan, dengan memaksakan kehendaknya, atau bersikap kurang bijaksana. Namun saat si anak membantah perintah atau larangan ibunya, apalagi dia mengerti bahwa yang dikehendaki oleh ibunya itu adalah baik, meski kurang tepat, tidak pelak lagi, si anak telah berbuat durhaka. Di sinilah seharusnya ‘kunci kesabaran’ dan tingkat ‘kesadaran’ terhadap syariat Allah, juga penghormatan terhadap orang tua, dapat menggeret seseorang mengambil jalan mengalah, meskipun ia harus mengorbankan banyak hal, termasuk harta, dan juga cita-citanya. Selama hal itu dapat membahagiakan sang ibu, seharusnya ia berusaha untuk memenuhi kehendaknya.
Abdullah bin Ali Al-Ju’aitsan menegaskan, “Apabila kita sudah menyadari betapa besar hak seorang ibu terhadap anaknya, dan betapa besar dosa perbuatan durhaka terhadapnya, atau dosa sekadar lalai memperhatikannya,cobalah, segera berbakti kepadanya, maafkan segala kekeliruannya di masa lampau, berusaha dan berusahalah untuk selalu menjalin hubungan baik dengannya. Berusahalah untuk menyenangkannya, dan dahulukan upaya memperhatikannya daripada segala hal yang kita sukai. Berupayalah untuk memenuhi kebutuhannya selekas mungkin, jangan sampai menyusahkannya. Ingatlah firman Allah:
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, “Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (Al-Israa : 24)
Ketika orang tua telah berusia senja.
Pada saatnya, usia juga yang membatasi kepawaian seorang ibu mengasuh anaknya. Kasih ibu, memang tak dapat dihentikan sang waktu. Namun sebagai manusia, kekuatannya tidak pernah abadi. Akhirnya, sang ibu harus melalui juga masa-masa yang belum pernah dibayangkan selama ini. Kulitnya mulai keriput, tenaganya mulai jauh berkurang, tulang-tulangnyapun mulai terasa rapuh, suaranya berubah menjadi sengau, tak mampu menyetabilkan nada yang keluar. Saat itulah, ia mulai sangat membutuhkan belaian kasih sang anak. Ia mulai memerlukan adanya orang lain di sisinya, untuk menyelesaikan segala hal, termasuk pekerjaan-pekerjaan ringan sekalipun, yang selama ini bisa dia selesaikan seorang diri. Saat itulah, bakti seorang anak menjadi suatu hal yang teramat dibutuhkan:
 Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:”Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (Al-Isra : 23-24)
Saat usia semakin tua, bisa jadi kepekaan seorang ibu bertambah. Ia lebih mudah tersinggung, lebih mudah melampiaskan amarahnya, lebih mudah tersentuh hatinya hanya oleh kata-kata atau ucapan, yang bila itu diucapkan seorang anak di waktu mudanya, tidak akan diperdulikan sama sekali. Oleh sebab itu, Al-Qur’an memberikan bimbingan yang demikian santun, agar seorang anak membiasakan diri berbicara dan bersikap secara mulai, santun dan terpuji, terhadap kedua orang tuanya, terutama sekali ibunya.
Suatu hari, Rasulullah naik ke atas mimbar, lalu beliau berkata: “Amin, amin, amin.” Kontan, seorang Sahabat bertanya: “Kenapa engkau mengucapkan amin, amin dan amin, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Tadi datang Jibril menemuiku, lalu ia berkata: “Barangsiapa yang menjumpai bulan Ramadhan, lalu ia tidak mendapatkan ampunan Allah, maka ia pasti masuk Neraka. Jauhilah hamba-Mu ini dari siksa Neraka.” Akupun berkata: ‘Amin.’ Lalu Jibril berkata lagi: “Barangsiapa yang mendapatkan salah seorang dari kedua orang tuanya, atau keduanya, pada saat mereka sudah berusia lanjut, namun ia tidak berkesempatan berbakti kepada mereka, maka ia pasti masuk Neraka. Jauhilah hamba-Mu ini dari siksa Neraka.” Akupun berkata: ‘Amin.’ Lalu Jibril berkata lagi: “Barangsiapa yang mendengar namaku (Nabi Muhammad) disebutkan, lalu ia tidak membaca shalawat untukku, maka bila ia mati, ia pasti masuk Neraka. Jauhilah hamba-Mu ini dari siksa Neraka.” Akupun berkata: ‘Amin.[17]
Saat Ibunda Telah Wafat
Ada beberapa wujud manefestasi cinta kasih kepada sang bunda, yang masih dapat kita lakukan saat sang bunda sudah terlebih dahulu meninggalkan dunia ini. Semua bentuk implementasi cinta kasih itu pada dasarnya lebih bersifat tugas dan kewajiban kita. Dengan atau tanpa muatan cinta kasih, semua tugas itu harus kita pikul. Namun adalah kenistaan, bila kita melaksanakan semuanya tanpa landasan cinta kepadanya. Berikut ini, penulis paparkan beberapa di antaranya:
Pertama: Melaksanakan perjanjian dan pesan sang bunda.
Diriwayatkan dari Syaried bin Suwaid Ats-Tsaqafi, bahwa ia menuturkan, “Wahai Rasulullah! Ibuku pernah berpesan kepadaku untuk memerdekakan seorang budak wanita yang beriman. Aku memiliki seorang budah wanita berkulit hitam. Apakah aku harus memerdekakannya?” “Panggil dia.” Sabda RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam. Saat wanita itu datang, beliau bertanya, “Siapa Rabbmu?” Budak wanita itu menjawab, “Allah.” “Lalu, siapa aku?” Tanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam lagi. Wanita itu menjawab, “Engkau adalah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.” Beliaupun bersabda, “Merdekakan dia. Karena dia adalah wanita mukminah[18].”
Kedua: Mendoakan sang ibu, membacakah shalawat dan memohonkan ampunan baginya.
Ibnu Rabi’ah meriwayatkan: Saat kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, tiba-tiba datanglah seorang lelaki dari kalangan Bani Salamah bertanya, “Wahai RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam! Apakah masih tersisa bakti kepada kedua orang tuaku setelah mereka meninggal dunia?” Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab, “Ya. Bacakanlah shalat untuk mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, tunaikan perjanjian mereka, peliharalah silaturahim yang biasa dipelihara kala mereka masih hidup, juga, hormati teman-teman mereka[19].”
Abu Hurairah meriwayatkan: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya, Allah Azza wa Jalla bisa saja mengangkat derajat seorang hamba yang shalih di Surga kelak. Si hamba itu akan bertanya, “Ya Rabbi, bagaimana aku bisa mendapatkan derajat sehebat ini?” Allah berfirman, “Karena permohonan ampun dari anakmu[20].”
Salah satu dari tanda cinta kasih kita kepada ibu adalah munculnya pengharapan agar si ibu selalu hidup berbahagia. Bila ia sudah meninggal dunia, kita juga senantiasa mendoakannya, membacakan shalat untuknya serta memohonkan ampunan untuknya. Semua perbuatan tersebut bukanlah hal-hal yang remeh. Dan juga, amat jarang anak yang mampu secara telaten melakukan semua kebajikan tersebut. Padahal, ditinjau dari segi kelayakan, dan segi kesempatan serta kemampuan, sudah seyogyanya setiap anak berusaha melakukannya. Dari kwantitas, semua amalan tersebut tidak membutuhkan banyak waktu. Sekadar perhatian dan kesadaran, yang memang sangat dituntut. Bila seorang anak merasa sangat kurang berbakti kepada kedua orang tuanya, inilah kesempatan yang masih terbuka lebar, untuk menutupi kekurangan tersebut, selama hayat masih dikandung badan.
Ketiga: Memelihara hubungan baik, dengan teman dan kerabat ibu.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa yang tetap ingin menjaga hubungan silaturahim dengan ayahnya yang sudah wafat, hendaknya ia menjaga hubungan baik dengan teman-teman ayahnya yang masih hidup[21].”
Keempat: Melaksanakan beberapa ibadah untuk kebaikan sang ibu.
Sa’ad bin Ubadah pernah bertanya, “Ibuku sudah meninggal dunia. Sedekah apa yang terbaik, yang bisa kulakukan untuknya?” Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab, “Air. Gali saja sumur. Lalu katakan: ‘pahala penggunaan sumur ini, untuk ibu Saad[22].”
Demikianlah sekilas tentang hubungan dengan ibu yang menjadi salah satu dari kedua orang tua, sengaja dibatasi pembahasan ini hanya seputar ibu, agar lebih singkat. Mudah-mudahan bermanfaat.
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc

Selasa, 30 Mei 2017


Mari temen-teman kita tundukan kepala kita , kita panjakan doa untuk meminta keridhaannya

Al Ma'tsurat Sughra

Al Fatihah 


A'udzubillahis samii'il 'aliim minasy syaithaanirrajiim Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillahirabbil'alamiin. Arrahmanirrahiim. Malikiyaumiddiin iyyaakana' budu wa iyyaa kanasta'iin. Ihdinaash shiraathal mustaqiim. Shiraathal ladziina an'amta 'alaihim ghairil.maghdhuu bi 'alaihim wa laadh dhaaliin

Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari godaan setan yang terkutuk.
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.(1)
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam,(2)Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.(3)Yang menguasai hari pembalasan.(4)Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.(5)Tunjukilah kami jalan yang lurus,(6)(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (7)

Al Baqarah



Alif Laam Miim. Dzaalikal kitaabu laa raiba fiihi hudallil muttaqiin. Alladziina yu'minuuna bil ghaibi wa yuqiimuunash shalaata wa mimmaa razaqnaahum yunfiquun.Wal ladziina yu'minuuna bimaa unzila ilaika.wa maa unzila min qoblika wa bil aakhiirotihum yu'qinuun.Uulaa ika 'alaa hudam mirrobbihim wa ulaa ika humul muflihuun

Alif laam miim.(1)Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,(2)(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka,(3)Dan mereka yang beriman kepada Kitab (al-Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.(4)Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan-nya,dan merekalah orang-orang yang beruntung.(5)

Allahu laa ilaaha illa huwalhayyul qayyuum laa ta khudzuhuu sinatuwwalaa nawum lahuu maa fiissamaa wati wa maa fil ardhi man dzalladzii yasyfa'u 'indahuu illa bi idznihii ya'lamu maa baina aydiihim wa maa khalfahum wa laa yuhiithuna bisyaiin min 'ilmihii illaa bimaa syaa wa si'a kursiyyuhus samaa waati wal ardhi wa laa yauduhuu hifdzuhumaa wa huwal 'aliyyul 'adziim Laa ikraaha fid diin qat tabayyanar rusydu minal ghoyyi famay yakfuru bithaaghuuti wayu' min billahi faqadiss tamsaka bil'ur watil wutsqaa lan fishaa ma lahaa wallahu samii'un 'aliim Allahu waliyyul ladziina aamanuu yukhrijuhum minadzulumaati ilan nuur wal ladziina kafaruu awliyaa'uhumuth thaaghuut yukhrijuunahum minannuuri iladz dzulumaati uulaa ika ash haabun naari hum fiihaa khaaliduun

Allah tidak ada Ilah melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (255)
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Taghut dan beriman kepada Allah, maka sesunguhnya ia tela berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (256)
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni nereka; mereka kekal di dalamnya. (257)





Lil lahi maa fis samaawaati wamaa fil ardhi wa intubduu maa fii anfusikum aw tukh fuuhu yuhaa sibkum bihil lah fa yaghfiru limay yasyaa'u wayu'adzi bu may yasyaa'u wal lahu 'alaa kulli syay in qadiir. Aamanar rasuulu bimaa unzila ilayhi mir rabbihii wal mu'minuuna kullun aamana billahi wa malaa'ikatihii wakutubihi war rusulihii laa nufarriqu bayna ahadin mirrusulihii wa qaaluu sami'naa wa atho'na ghufraanaka rabbanaa wailaykal mashiir. Layukallifullahu nafsan illaa wus'ahaa lahaa maa kasabat wa 'alayhaa maak tasabat rabbanaa laa tu'akhidznaa innasiinaa aw akhtha'naa rabbanaa walaa tahmil 'alainaaishran kamaa hamaltahuu 'alalladziina min qablinaa rabbanaa walaa tuhammilnaa maa laa thaqatalanaa bih wa'fu 'annaa waghfirlanaa warhamnaa anta mawlanaa fanshurnaa 'alal qaumil kaafiriin
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siap yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (284)
Rasul telah beriman kepada al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan):"Kami tidak membeda-bedakan antara seserangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan:"Kami dengar dan kami ta'at". (Mereka berdoa):"Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". (285)
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa):"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (286)


Al Ikhlas


Qul huwallahu ahad. Allahush shamad. Lam yalid walam yuulad.Walam yakul lahuu kuffuwan ahad. (3x)
Katakanlah:"Dialah Allah, Yang Maha Esa".(1)Allah adalah Ilah yang bergantung kepada-Nya segala urusan.(2)Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan,(3)
dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.(4)

Al Falaq


Qul a'udzu birabbil falaq.Min syarrimaa khalaq.Wa min syarri ghaasiqin idzaa wa qab.Wa min syarrinnaffaats tsaati fil 'uqad.Wa min syarri haasidin idza hasad. (3x)
Katakanlah:"Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh,(1) dari kejahatan makhluk-Nya,(2)dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,(3)dan dari kejahatan-kejahatan wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,(4)dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki".(5)

An Nas


Qul a'udzu birrabinnaasi. Malikinnaasi. Ilaahinnaasi. Min syarril waswaasil khannaas. Al ladzii yuwas wisu fii shuduurinnaas. Minnal jinnati wannaas. (3x)
Katakanlah:"Aku berlindung kepada Tuhan manusia".(1)Raja manusia.(2)Sembahan manusia,(3)dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,(4)yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,(5)dari jin dan manusia.(6)



Ashbahnaa wa ashbahal (amsaynaa wa amsal) mulku lillahi wal hamdulillahi laa syariikalahu laa ilaaha illahuwa wa ilayhin nusyuur. (3x)
Dipagi ini kami dan kerajaan (langit & bumi) adalah milik Allah.Dan segala puji hanya milik Allah.Tidak ada sekutu bagiNya. Tidak ada tuhan selain Dia. Dan kepadaNya kami akan kembali.



Ashbahnaa (amsaynaa) 'ala fithratil islaam wa kalimatil ikhlaashi wa 'ala diini nabiyyinaa muhammadiin shallallahu 'alayhi wa sallami wa 'ala millati abiina ibraahiima haniifan wa maakaana minal musyrikiina. (3x)
Dipagi ini kami dalam keadaan fitrah islam dan kalimat yang ikhlas dan dalam agama nabi kami Muhammad saw. dan dalam ajaran bapak kami Ibrahim yang lurus. Dan dia bukanlah termasuk orang musyrik.

Allahumma inni ashbahtu (amsaytu) minka fii i'matin wa 'aafiyatin wa sitrin fa'atimma alayya ni'mataka wa'afiyataka wa sitraka fiddunyaa wal akhirati. (3x)
Ya Allah sesungguhnya aku di pagi ini dalam keadaan mendapat nikmat , sehat dan penjagaan rahasia. Maka sempurnakanlah atasku nikmat Mu, kesehatan Mu dan terjaganya rahasia oleh Mu di dunia & akhirat.


Allahumma ma ashbaha (amsa) bii min ni'matiin aw bi'ahadin min khalqika faminka wahdaka laa syarika laka falakal hamdu walakasy syukru. (3x)
Ya Allah di pagi ini, nikmat apapun yang ku terima atau Kau berikan melalui salah seseorang dari makhluk Mu, tiada lain adalah dari Mu yang Esa, bagi Mu bagi Mu segala puji dan rasa syukur.

Yaa rabbi lakalhamdu kamaa yanbaghii lijalaali wajhika wa 'adziimi sulthaanik. (3x)
Ya Tuhan kami , bagi Mu segala puji seagung kemuliaan wajah Mu dan sebesar kekuasaan Mu.


Radhiitu billahi rabbaa wa bil islaami diinan wa bi muhammadin nabiyyaa warasuula. (3x)
Aku rela Allah sebagai Tuhanku, Islam agamaku dan Muhammad sebagai nabi dan rasul.

Subhanallahi wa bihamdihi 'adada khalqihi wa ridhaa nafsihi wazinata 'arsyihi wamidaada kalimaatihi. (3x)
Maha Suci Allah dan segala puji bagiNya sebanyak jumlah makhlukNya dan keridhaanNya dan seberat ArsyNya dan sebanyak tinta kalimatNya.

Bismillahilladzi i laa yadhurru ma'asmihi syay'un fiil ardhi wa laa fiis samaa'i wa huwassamii'ul 'aliimu. (3x)
Dengan nama Allah yang dengan namaNya tidak ada suatupun dapat mendatangkan bahaya di bumi dan dilangit .Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.



Allahumma innaa na'udzubika min annusyrika bika syay'an na'lamahu wa nastaghfiruka limaa laa na'lamuhu. (3x)
Ya Allah kami berlindung kepada Mu dari menyekutukan Mu dengan sesuatu yang kami sadari dan kami memohon ampun dari (menyekutukanMu) dengan sesuatu yang tidak kami ketahui.

A'udzubikalimaatillahit taammaati min syarrimaa khalaqa. (3x)
Aku berlindung pada kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhlukNya.


Allahumma inni a'udzubika minalhammi wal hazani wa a'udzubika minal 'ajzi wal kasali wa a'udzubika minal jubni wal bukhli wa a'udzubika min ghalabatiddayni wa qahrirrijaal. (3x)
Ya Allah aku berlindung kepada Mu dari rasa sumpek dan sedih dan aku berlindung kepada Mu dari rasa lemah dan malas dan aku berlindung kepada Mu dari sifat pengecut dan kikir dan aku berlindung kepada Mu dari belitan hutang dan penindasan orang.


Allahumma 'aafinii fii badani Allahumma 'aafinii fii sam'ii Allahumma 'aafinii basharii. (3x)
Ya Allah sehatkanlah badanku , ya Allah sehatkanlah pendengaranku , ya Allah sehatkanlah penglihatanku.


Allahumma inni a'udzubika minal kuffri wal faqri Allahumma inni a'udzubika minal adzaabil kabri laa ilaaha illa anta. (3x)
Ya Allah aku berlindung kepada Mu dari kekafiran dan kafakiran (kemiskinan), ya Allah aku berlindung kepada Mu dari azab kubur . Tiada tuhan melainkan Engkau.

Allahumma anta rabbi laa ilaaha illa anta khalaqtanii wa anaa 'abduka wa 'anaa 'ala ahdika wawa' dika maastatha'tu audzubika min syarrimaa shana'tu abu'ulaka bini'matika alayya wa 'abuu'u bidzambii faghfirlii fa'innahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta. (3x)
Ya Allah Engkaulah Tuhanku , tiada tuhan melainkan Engkau , Engkau menciptakanku, aku hambaMu,aku berada dalam perjanjian dengan Mu dan ikrar pada Mu semampuku. Aku berlindung kepada Mu dari kejahatan yang aku perbuat, aku mengakui nikmatMu terhadapku dan aku mengakui dosaku, maka ampunilah aku, karena tidak ada pengampun dosa kecuali Engaku.

Astaghfirullahal ladzii laa ilaaha illa huwal hayyul qayyuuma wa atuubu ilayhi. (3x)
Aku memohon ampun kepada Allah yang tiada tuhan selain Dia , yang selalu hidup dan terjaga dan aku memohon ampun kepada Nya.

Allahumma shalli ‘ala sayyidinaa muhammadin wa ‘ala aali sayyidinaa muhammadin kama shallayta ‘ala sayyidinaa ibrahiim wa ‘ala aali sayyidinaa ibrahiim wa baarik ‘ala sayyidinaa muhammadin wa ‘ala aali sayyidiaa muhammadin kamaa baarakta ‘ala sayyidanaa ibrahiima wa ‘ala aali sayyidinaa ibrahiima fil ’aalamiina innaka hamiidum majiidun. (10x)
Ya Allah limpahkanlah salawat atas junjungan kami Muhammad saw dan keluarganya sebagaimana engkau limpahkan salawat kepada junjungan kami Ibrahim dan keluarganya. Dan berkahilah atas junjungan kami Muhammad saw dan keluarganya sebagaimana engkau limpahkan keberkahan kepada junjungan kami Ibrahim dan keluarganya. Di semesta alam ini sesungguhnya Engkaulah yang Maha Terpuji dan Maha Mulia.

Subhaanallahi walhamdulillahi wa laa ilaaha illallahu wallahu akbaru. (100x)
Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada tuhan kecuali Allah, Allah Maha Besar.


Laa ilaaha illallahu wahdahulaa syariikalahuu lahulmulku walahulhamdu wahuwa 'ala kulli syay'in qadiira. (10x)
Tidak ada tuhan kecuali Allah yang Maha Esa tiada sekutu bagiNya, bagiNya kekuasaan dan bagiNya segala puji dan Dia berkuasa atas segala sesuatu.


Subhaanaka allahumma wa bihamdika asyhadu allaa ilaaha illaa anta astaghfiruka wa 'atuubu 'ilayka. (3x)
Maha Suci Engkau ya Allah dengan memuji Mu aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Engkau, aku mohon ampun kepada Mu dan aku bertaubat kepada Mu.
Allahumma shalli 'alaa sayyidinaa muhammadin abdika wa nabiyyika wa rasuulikan nabiyyil 'ummiyyi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa salllim tasliiman 'adadamaa 'ahaatha bihi 'ilmuka wakhathabihi qalamuka wa ahshaahu kitaabuka wardha allahumma an saadatinaa abii bakrin wa 'umara wa 'utsmaana wa 'aliyyin wa 'anish shahaabati 'ajma'iina wa 'anittaabi'iina wa taa bi'iihim bi'ishsaanin ila yawmuddiini. Subhaana rabbika rabbil'izzati 'ammaa yashifuuna wa salaamun 'alal mursaliina wal hamdulillahi rabbil 'aalamiina.
Ya Allah limpahkanlah salawat kepada junjungan kami Muhammad , hamba Mu , nabi Mu dan rasul Mu, nabi yang ummi, kepada keluarganya, sahabatnya dan limpahkanlah salam sebanyak ilmu Mu yag meliputinya, sebanyak pena Mu yang mencatatnya sebanyak kitabMu yang merangkumnya. Ya Allah ridhailah para penghulu kami Abu Bakar, Umar ,Utsman,Ali dan para sahabat seluruhnya, tabi’in dan orang-orang yang mengikutinya sampai hari kiamat.
Maha suci Tuhan (Mu) , tuhan yang mulia dari apa yang mereka sifatkan dan semoga salam untuk para rasul dan segala puji bagi Allah tuhan semesta alam.

Wirid Rabithah
Ali Imran
Kulillahumma maalikal mulki tu’til mulka man tasyaa’u wa tanzi’ulmulka mim mantasyaa’u wa tudzillu man tasyaa’u biyadikal khayru innaka ‘alaa kulli syay’in qadiirun. Tuulijul laila fiin nahaa ri wa tuu lijun nahaara fil laili wa tukhrijul hayya minal mayyiti wa tukhrijul mayyita minal hayyi wa tarzuqu mantasyaa’u bighayri hisaabi
Katakanlah:"Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan engkau cabut kerajaan dari orang yang engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.(26)
Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang kepada malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)".(27)



Allahumma innaka ta’lamu anhadihil qulub qodijtama’at ‘ala mahabatika wal taqot ‘ala tho ‘atika wa tawahhadat ‘ala da’watika wa ta’a hadat ala nashroti syarii ‘atika fawa tsiqil lahumma robitho taha wa adim wuddahaa wah dihaa subulahaa wamlaahaa binurikalladzii laa yakhbuu wasyroh shudurohaa bifaydil ‘iimaanibika wajamiilit tawakulli ‘alaika wa ahyihaabima’rifatika wa amit haa ‘ala syahadaatika fii sabiilika innaka ni’mal mawlaa wa ni’man nashiri Allahumma amin wa sholillahumma ‘ala sayidina muhammadin wa ‘ala aalihi wah shobihi wasalam
Ya Allah, Engkau mengetahui hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada Mu, telah berjumpa dalam taat pada Mu, telah bersatu dalam dakwah kepada Mu, telah berpadu dalam membela syariat Mu ,Teguhkanlah ya Allah ikatannya, kekalkanlah cinta kasihnya. Tunjukilah jalan-jalannya, penuhilah hati-hati tersebut dengan cahaya Mu yang tidak pernah padam, Lapangkanlah dada-dada kami dengan kelimpahan iman kepada Mu dan kebaikan tawaqal pada Mu . Matikanlah ia dalam syahid di jalan Mu. Engkaulah sebaik-baiknya pelindung dan penolong. Ya Allah kabulkanlah. Dan sampaikan salawat kepada junjungan kami, Nabi Muhammad saw. Kepada keluarga, para sahabatnya dan juga sampaikanlah salam

Orang Tua adalah Segalanya bagi anak-anak yang sholeh

Berbakti Kepada Orang Tua Ustadz Kholid Syamhudi, Lc - 6 years ago BERBAKTI KEPADA ORANG TUA Berbicara tentang berbakti kepada oran...